Suku Dayak Pangkodant di Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat, tersebar di beberapa kampung yaitu Desa Lape, Dusun Berancet, Dusun Keladau, Embaong, Sei. Mawang, Rantau, Sanjan, Nyandang dan Tokang. Di wilayah kampung Rantau masih terdapat Tembawang Durian milik bersama yang merupakan warisan nenek moyang suku Pangkodant. Di wilayah kampung Rantau ini telah berdiri rumah Betang yang lokasinya di Dorik Mpulor. Rumah Betang ini sebagai tempat untuk mempertemukan semua suku Dayak yang ada di Kalimantan Barat, khususnya yang ada di Kabupaten Sanggau dalam suatu acara yang disebut Gawai Dayak, atau yang dalam istilah Dayak Pangkodant disebut Gawai Nosu Minu Podi yang memiliki makna Pesta Padi. Menurut penuturan Pemangku Adat Pangkodant, bahwa nenek moyang mereka berasal dari suku Dayak Jangkang, yang merupakan suku dari anak-anak kedua hasil pernikahan Babay Cinga’ dan Dara Nante. Anak kedua Babay Cinga’ dan Dara Nante bernama Patee Gumantar yang selanjutnya melahirkan suku Dayak Jangkang, dan selanjutnya seiring perkembangan zaman terjadi pemisahan akibat perpindahan penduduk dalam mencari kehidupan dan nafkah sehingga lahirlah suku Dayak Pangkodant. Adapun Leluhur awal suku Dayak Pangkodant ini dikisahkan dalam simbol yang terpahatkan pada sebuah batu pedagi yang hingga kini masih disimpan dan dituturkan turun temurun yaitu bahwa Leluhur awal mereka berasal dari Dunia Bengkung, dengan nama Negerinya yaitu Lintan. Leluhur Awal ini berciri memiliki mata satu dan berwarna merah, serta dapat terbang secepat kilat kesana kemari. Leluhur selanjutnya yang masih dikenali oleh suku Dayak Pangkodant bergelar Nek Gansa. Dari perjalanan awal Leluhur yang awal dari negeri Lintan singgah di Bumi. Selanjutnya Leluhur yang awal pergi ke negeri Gerugut di Dunia Danum. Leluhur yang awal ini berhasil menaklukkan negeri Gerugut dan membangun peradaban di negeri tersebut. Kemudian Leluhur yang awal pergi ke negeri Sidi, dan membangun dua peradaban di negeri tersebut. Sebelum kembali ke negeri awalnya di Lintan, Leluhur yang awal membangun dua dermaga pada dua masa, dimana dermaga tersebut sebagai jembatan mereka menuju ke Gerbang Bunga Terong. Gerbang Bunga Terong merupakan gerbang berbentuk lorong panjang untuk pergi ke langit kedua hingga langit ketujuh, termasuk gerbang menuju keluar dimensi langit ketujuh. Gerbang Bunga Terong tersebut terletak di dekat matahari, dan terdapat dinding megah yang melindungi Gerbang Bunga Terong tersebut dari sengatan matahari sehingga Gerbang ini tidak hancur oleh panasnya matahari. Gerbang Bunga Terong ini selanjutnya diabadikan pada Tatto anak keturunan mereka di Bumi, dan menjadi simbol Tatto suci turun temurun. Kemudian pulang kembalilah Leluhur yang awal di negeri Lintan, dan selama perjalanan mereka menggunakan benda yang dikatakan seperti buah Catur. Setelah kembali lagi ke negeri Lintan, Leluhur yang awal pergi lagi ke Bumi dan mereka menikah dengan manusia-manusia di Bumi. Manusia-manusia di Bumi ketika menemukan Leluhur yang awal berada dalam sebuah benda bercahaya berbentuk padi yang sangat besar dan kulitnya keras seperti batu dan besi. Benda bercahaya seperti padi tersebut jatuh di wilayah Batu Bergantung, yang kemudian menjadi asal muasal Leluhur di Bumi. Setelah menikah dengan manusia-manusia di Bumi, Leluhur yang awal membangun jalur terpisah yang hanya dapat dilewati oleh Leluhur dari Lintan menuju ke Bumi serta anak keturunan mereka. Adapun warisan berharga dari Leluhur-Leluhur yang awal yaitu kemampuan mengukir dan membuat sesuatu, termasuk salah satunya dapat melunakkan besi. Salah satu warisan berharga pada Leluhur dari Nek Gansa yaitu seperangkat pakaian perang besi dan pakaian dari rajutan rantai besi dengan penutup kepalanya seperti helem besar yang melebar ujungnya menutupi bahu, pada ujung atas helem tersebut terdapat tanduk besi yang melengkung. Pakaian perang besi ini merupakan warisan turun temurun dari Leluhur-Leluhur Nek Gansa pada masa dahulunya. Pakaian perang besi ini kemudian dipergunakan oleh keturunan Nek Gansa yang bernama Lawan atau bergelar Singa Jaga Kota ketika menjaga Kerajaan Sanggau dari serangan musuh yang akan memasuki wilayah Kerajaan Sanggau. Selanjutnya Lawan atau Singa Jaga Kota mempergunakan pakaian perang besi ketika bergabung dalam Angkatan Perang Majang Desa. Lawan atau Singa Jaga Kota dengan pakaian perang besinya bersama Angkatan Perang Majang Desa kemudian memasuki Pontianak dan berhasil membebaskan Pontianak dari penguasaan tentara Jepang.
Lawan atau Singa Jaga Kota lahir tahun 1865 dan wafat pada tanggal 13 Desember 1977. Lawan atau Singa Jaga Kota ini memiliki kaki yang panjang, sehingga jika beliau duduk menjongkok maka lutut kakinya tersebut berada melewati atas kepala beliau.
Lawan atau Singa Jaga Kota lahir tahun 1865 dan wafat pada tanggal 13 Desember 1977. Lawan atau Singa Jaga Kota ini memiliki kaki yang panjang, sehingga jika beliau duduk menjongkok maka lutut kakinya tersebut berada melewati atas kepala beliau.
sumber: halaman facebook Poesaka Kapoeas
0 komentar:
Post a Comment