"Ajat Temuai Datai" diangkat dari bahasa Dayak Mualang (Ibanic
Group), yang tidak dapat diartikan secara langsung, karna terdapat kejanggalan
jika di diartikan kata per kata. Tetapi maksudnya Ajat adalah Persembahan atau
Permohonan dengan menggelar ritual atau Upacara adat, kemudian Temuai artinya:
tamu, Datai artinya: Datang. Jika disesuaikan dengan maksud tarian yaitu: Tari
yang didalamnya terdapat Upacara Adat dalam prosesi menyambut tamu atau Tari
Menyambut tamu. bertujuan untuk penyambutan tamu yang datang atau tamu agung
(diagungkan). Awal lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan/masa lampau, di
antara kelompok- kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me dan Ngayau.
Me berarti melakukan aksi, Ngayau: pemenggalan kepala musuh, tindakan
memenggal kepala musuh (Mengayau terdapat dalam bahasa Dayak Iban dan Ibanik,
juga pada masyarakat Dayak pada umumnya). Tetapi jika mengayau mengandung pengertian khusus yakni
suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya (musuh) dengan cara menyerang dan
memenggal kepala lawannya (mengayau terdiri dari berbagai macam adatnya di
antaranya Kayau banyau/ramai/serang, Kayau Anak yaitu: Mengayau dalam kelompok
kecil, Kayau Beguyap yaitu: Mengayau tidak lebih dari tiga orang. Pada
masyarakat Dayak Mualang dimasa lampau para pahlawan yang pulang dari
pengayauan dan membawa bukti hasil Kayau berupa kepala manusia (musuh),
merupakan tamu yang diagungkan serta dianggap sebagai seorang yang mampu
menjadi pahlawan bagi kelompoknya. Oleh sebab itu diadakanlah upacara “Ajat
Temuai Datai”. Masyarakat Dayak percaya bahwa pada kepala seseorang menyimpan
suatu semangat ataupun kekuatan jiwa yang dapat melindungi si empunya dan
sukunya.
Menurut J, U. Lontaan (Hukum Adat dan Adat
Istiadat Kalimantan Barat 1974), ada empat tujuan dalam mengayau yakni: untuk
melindungi pertanian, untuk mendapatkan tambahan daya jiwa, untuk balas dendam,
dan sebagai daya tahan berdirinya suatu bangunan. Setelah mendapatkan hasil
dari mengayau, para pahlawan tidak boleh memasuki wilayah kampungnya, tetapi
dengan cara memberikan tanda dalam bahasa Dayak Mualang disebut Nyelaing
(teriakan khas Dayak) yang berbunyi Heeih!, sebanyak tujuh kali yang berarti
pahlawan pulang dan menang dalam pengayauan dan memperoleh kepala lawan yang
masih segar. Jika teriakan tersebut hanya tiga kali berarti para pahlawan
menang dalam berperang atau mengayau tetapi jatuh korban dipihaknya. Jika hanya
sekali berarti para pahlawan tidak mendapatkan apa-apa dan tidak diadakan
penyambutan khusus. Setelah memberikan tanda nyelaing, para pengayau
mengirimkan utusan untuk menemui pimpinan ataupun kepala sukunya agar
mempersiapkan acara penyambutan. Proses penyambutan ini, melalui empat babak
yakni:
- Ngunsai Beras (menghamburkan beberapa beras di depan para Bujang Berani/Ksatria/Pahlawan, sambil membacakan doa melalui perantaraan Sengalang Burong),
- Mancong Buloh yaitu; Menebaskan Mandau/Nyabor untuk memutuskan bambu yang sengaja dilintangkan atau di empang di pintu masuk wilayah rumah panjai.
- Ngajat Ngiring Temuai: menari mengiringi tamu ataupun memandu tamu sampai kedepan tangga naik Rumah Panjai (rumah panggung yang panjang) proses ngiring temuai ini dilakukan dengan cara menari dan tarian ini dinamakan Ngajat Ngiring Temuai.
- Tama’ Bilik (memasuki rumah panjai) atau masuk ke tempat tertentu setelah merendam kakinya pada sebuah batu di dalam sebuah wadah sebagai simbol pencelap semengat , setelah melalui prosesi babak diatas, maka tamu diizinkan naik ke rumah panjang dengan maksud menyucikan diri dalam upacara yang disebut Mulai Semengat (mengembalikan semangat perang) (john Roberto P. 2002.ISI yogyakarta), kemudian baru diadakan Gawai pala' acara ini untuk menghormati kepala hasil kayau, dan dalam acara ini terdapat beberapa tarian yang disebut: Tari Ayun Pala, Tari Pedang dll. Adapun Nama-nama beberapa Panglima / Tuwak Dayak Mualang masa lalu yaitu: Tuwak Biau Balau (pemimpin Kayau), Tuwak Pangkar Begili (Tidak Pernah Mund).
Sumber :
https//: Wikipedia.org.id/
https//: Wikipedia.org.id/
0 komentar:
Post a Comment